Oleh: Ustadz Anas Burhanuddin M.A خفظه الله Pertama: Harta yang Dipakai Untuk Haji Adalah Harta yang Halal Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal, karena Allah عزّوجلّ tidak menerima kecuali yang halal, sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi صلي الله عليه وسلم: إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا Sungguh Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik1 Orang yang ingin hajinya mabrur harus memastikan bahwa seluruh harta yang ia pakai untuk haji adalah harta yang halal, terutama bagi mereka yang selama mempersiapkan biaya pelaksanaan ibadah haji tidak lepas dari transaksi dengan bank. Jika tidak, maka haji mabrur bagi mereka hanyalah jauh panggang dari api. Ibnu Rajab رحمه الله berkata dalam sebuah syair:2 Jika anda berhaji dengan harta tak halal asalnya Maka anda tidak berhaji, yang berhaji hanya rombongan anda Allah عزّوجلّ tidak menerima kecuali yang halal saja Tidak semua yang berhaji mabrur hajinya |
Kedua: Amalan Haji Dilakukan Dengan Baik Amalan-amalannya dilakukan dengan baik, sesuai dengan tuntunan Nabi صلي الله عليه وسلم. Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya dijalankan, dan semua larangan ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, maka hendaknya segera melakukan penebusan yang telah ditentukan. Di samping itu, haji yang mabrur juga memperhatikan keikhlasan hati, yang seiring dengan majunya zaman semakin sulit dijaga. Mari merenungkan perkataan Syuraih al-Qadhi رحمه الله: "Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski jama"ah haji banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang ikhlas karena Allah عزّوجلّ."1 Pada zaman dahulu ada orang yang menjalankan ibadah haji dengan berjalan kaki setiap tahun. Suatu malam ia tidur di atas kasurnya dan ibunya memintanya untuk mengambilkan air minum. Ia merasakan berat untuk bangkit memberikan air minum kepada sang ibu. Ia pun teringat perjalanan haji yang selalu ia lakukan dengan berjalan kaki tanpa merasa berat. Ia mawas diri dan berpikir bahwa pandangan dan pujian manusialah yang telah membuat perjalanan itu ringan. Sebaliknya saat menyendiri, memberikan air minum untuk orang paling berjasa pun terasa berat. Akhirnya, ia pun menyadari bahwa dirinya telah bersalah.2
|
HAJI MABRUR1 |
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ Dari Abu Huroiroh bahwasanya Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda: "Umroh ke umroh berikutnya merupakan pelebur dosa antara keduanya, dan tiada balasan bagi haji mabrur melainkan surga," (HR. Bukhori: 1683, Muslim: 1349) "Haji mabur" memiliki beberapa kriteria: Pertama: Ikhlas. Seorang hanya mengharap pahala Alloh, bukan untuk pamer, kebanggaan, atau agar dipanggil "pak haji" atau "bu haji" oleh masyarakatnya. وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Alloh dengan penuh keikhlasan...(QS. al-Bayyinah [98]: 5) Kedua: Ittiba' kepada Nabi صلي الله عليه وسلم. Dia berhaji sesuai tatacara haji yang diperaktekkan oleh Nabi صلي الله عليه وسلم dan menjauhi perkara-perkara bid'ah dalam haji. Beliau صلي الله عليه وسلم sendiri bersabda: خُذُوا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ "Contohlah cara manasik hajiku." (HR. Muslim: 1297) Ketiga: Harta untuk berangkat hajinya adalah harta yang halal. Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda: إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا "Sesungguhnya Alloh itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik." (HR. Muslim: 1015) Keempat: Menjauhi segala kemaksiatan, kebid'ahan, dan penyimpangan. فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ Barangsiapa menetapkan niatnya untuk haji di bulan itu maka tidak boleh rofats (berkata-kata tak senonoh), berbuat fasik, dan berbantah-bantahan pada masa haji.... (QS. al-Baqoroh [2]: 197) Kelima: Berakhlak baik antar sesama, tawadhu' dalam bergaul, dan suka membantu kebutuhan saudara lainnya. Alangkah bagusnya ucapan Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhid (22/39): "Adapun haji mabrur, yaitu haji yang tiada riya’ dan sum'ah di dalamnya, tiada kefasikan, dan dari harta yang halal." (Latho’iful Ma'arif Ibnu Rojab hal. 410-419, Masa'il Yaktsuru Su’al 'Anha Abdulloh bin Sholih al-Fauzan: 12-13) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar